TRANSFORMASI DAN PERSISTENSI BENTUK TRADISIONAL


Transformasi adalah proses perubahan bentuk, jika dikaitkan dengan Arsitektur, Transformasi adalah perubahan bentuk atau fungsi dari suatu objek Arsitektur. Berbagai macam definisi dari berbagai macam sumber yang berusaha menjabarkan apa itu Tranformasi dan bagaimana prosesnya. Menurut Antonides (1992: 70), Transformasi sebagai suatu proses perubahan bentuk hingga mencapai tahap ultimate dengan memberi respon secara berulang terhadap dinamika pengaruh eksternal dan internal. Pemahamannya adalah transformasi merupakan suatu proses perubahan bentuk, dan dalam proses perubahan bentuk tersebut tidak terjadi sendiri, namun akibat adanya pengaruh baik internal maupun eksternal, sehingga mencapai tahap final dari proses perubahan tersebut. Broadbent (1973: 376) menyebutkan bahwa suatu proses Transformasi melibatkan obyek yang berubah (operand), faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan (operator), proses perubahan itu sendiri (transition), dan tahap atau hasil akhir perubahan (transform). Pemahamannya adalah perubahan itu terjadi secara bertahap, sebuah proses peralihan dari bentuk awal menjadi bentuk baru, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan proses perubahan yang terjadi, Johannes Widodo (2009: 17) menambahkan bahwa proses perubahan sebagai proses perlapisan, melalui evolusi yang terus menerus dengan cara transplantasi, adaptasi, akomodasi, dan fusi. Perubahan tersebut terwujud dalam berbagai rupa gaya dan bentuk arsitektur dengan keragaman dan percampuran yang luar biasa sepanjang sejarah. Ini dapat dipahami bahwa proses perubahan terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit; tidak dapat diduga kapan dimulainya & sampai kapan proses tersebut akan berakhir, tergantung dari faktor yg mempengaruhinya; komprehensif & berkesinambungan; perubahan yg terjadi mempunyai keterkaitan erat dgn emosional (sistem nilai) yg ada dlm masyarakat.

Proses transformasi mengandung dimensi waktu & perubahan sosial budaya masyarakat yg menempatinya yg muncul melalui proses panjang yg selalu terkait dgn aktifitas-aktifitas yg terjadi pada saat itu (Alexander, 1987 ). Sejalan dengan itu, Jo Santoso (1983) berpendapat bahwa bangunan dan ruang adalah bagian dari sebuah kesatuan peradaban (civilization) yang berkembang dalam sebuah kesatuan ruang budaya. Transformasi setiap satuan ruang budaya adalah sebuah proses historis yang memiliki pola tersendiri. Pola transformasi ini merupakan hasil antara faktor-faktor penentu yang berasal dari dalam sistem peradaban itu sendiri dengan faktor-faktor pemicu eksternal, dan terdapat kaitan yang erat antara proses transformasi arsitektur dengan jalannya perkembangan masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi itu juga merupakan faktor penentu dalam sebuah proses perubahan, ini ditegaskan oleh Aldo Rossi (1982) bahwa perubahan (dinamika) fisik disebabkan oleh adanya kekuatan non fisik, yaitu perubahan budaya, sosial, ekonomi & politik. Faktor Sosial dan Budaya terlihat pada perubahan aktivitas sebagai konsekuensi perubahan gaya hidup masyarakat yang mencerminkan status, peranan kekuasaan, kekayaan dan ketrampilan/pendidikan. Penggunaan teknologi baru juga berkaitan dengan munculnya penemuan2 baru mengenai manusia & lingkungannya. Perubahan penduduk, pengaruh kontak dengan budaya lain, struktur masyarakatnya, sikap dan nilai-nilai, kebutuhan yang dianggap perlu, cara pandang masyarakatnya. Kebutuhan identitas diri juga berpengaruh, pada dasarnya orang ingin dikenal & ingin memperkenalkan diri terhadap lingkungan. Faktor Ekonomi merupakan kekuatan yg paling dominan dalam menentukan perubahan lingkungan fisik. Faktor politik berperan melalui melalui bentuk intervensi non fisik melalui kebijakan maupun kekuasaan pemerintah. Hal ini diperkuat oleh Bambang Hari Wibisono (2001) yang menyatakan transformasi dalam arsitektur adalah perubahan bentuk atau fungsi dari suatu obyek arsitektur, sedangkan dalam konteks kota, terkait dengan berbagai aspek kehidupan mulai dari sosial, ekonomi, budaya, dan politik, termasuk aspek fisik dan keruangan. Pernyataan ini juga didukung oleh Sandi A. Siregar (1990), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan sosial dan realitas ruang fisik, proses transformasi dilakukan untuk menjawab persoalan-persoalan lingkungan masa kini.

Dari pengertian-pengertian diatas Transformasi berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, apakah itu berusaha untuk mengadaptasi perkembangan zaman, atau menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh manusia berdasarkan beberapa pertimbangan-pertimbangan tertentu. Proses perubahan ini juga memakan waktu yang lama, tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang akan berdampak signifikan pada lingkungan binaan manusia. Mengenai hasil akhir dari proses tranformasi,dari beberapa definisi adanya tahapan akhir atau hasil final (ultimate) dari proses ini, dinamika yang terjadi, menjadikan proses tersebut terus berkesinambungan dan berkelanjutan mencari bentukan baru, tidak dapat diduga sampai kapan proses tersebut akan berakhir.

Jika Transformasi ini dikaitkan dengan Arsitektur Vernakular, hal ini dapat dikaji melalui proses pembentukan bangunan tradisional sampai kita yang kenal sekarang maupun adaptasi bangunan-bangunan tradisional tersebut pada kondisi kekinian. Arsitektur Vernakular, dari ujung Timur sampai ujung Barat Indonesia, mempunyai kesamaan karakter maupun karakteristik yang bisa dilihat dari fenomena kosmologinya, nilai religi dan ritualnya, sistem kekerabatannya, adaptif terhadap kondisi alam dan lingkungan, dan lain sebagainya. Bangunan-bangunan tradisional tersebut dalam perjalanan waktu tidak luput dari perubahan. Menurut Rapoport, perubahan dalam lingkungan pemukiman dan hunian tidak berlangsung spontan dan menyeluruh. Karakteristik perubahan suatu lingkungan dan hunian sangat dipengaruhi oleh perubahan sosial budaya, yang dapat dibagi menjadi elemen yang sulit berubah dan yang mudah berubah. Elemen yang sulit berubah disebut dengan elemen inti (core element), yang biasanya menyangkut system nilai-nilai yang terkandung dalam suatu komunitas masyarakat tertentu, seperti adat tradisi, keyakinan, kebiasaan dan lain-lain; serta elemen periferi (peripheral element), yaitu elemen yang mudah berubah, yang biasanya menyangkut wujud budaya fisik arsitektur berupa rumah dan bangunan lainnya.

Jika melihat kecendrungan perubahan yang terjadi akibat faktor-faktor sosial,budaya, ekonomi, politik serta lingkungan, dan terjadi secara bertahap dan berkelanjutan, hal ini bisa saja terjadi suatu perubahan yang menghasilkan suatu bentuk yang benar-benar baru, yang menghilangkan bentukan aslinya, karena proses adaptasi, pertimbangan dan permasalahan dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Wujud fisik yang tidak dikenali dari suatu proses transformasi, akan menyisakan nilai-nilai budaya, serta makna yang masih terkandung dalam suatu komunitas masyarakat etnis, seperti adat tradisi, keyakinan, kebiasaan dan lain-lain. Hal ini merupakan faktor-faktor yang masih bertahan, walaupun dari wujud fisiknya tidak dikenali lagi.


Leave a Reply